Belokan Pertama

Kekhawatiran muncul di belokan pertama saat memasuki tol menuju Merak. Keloknya hampir membentuk satu lingkaran sempit. Seketika itu juga, liku jalan, kencangnya tiupan angin dan laju kendaraan yang terlalu cepat, menjadi kombinasi yang sangat terasa mampu mengakibatkan masalah fatal. Roofrack yang dipasang di atas Nusantara I dan II jelas membuat tingginya bertambah.

Pada Nusantara II, hampir semua alat-alat mekanik dan sparepart berada di roofrack. Maka, sudut setiap belokan dan arus angin harus diperhitungkan sebagai pukulan yang berpotensi menggulingkan kendaraan apabila melaju terlalu cepat. Demikian pula pengereman yang dilakukan terlalu mendadak, bisa membuat semua yang ada di roofrack terlontar.

Di dalam kabin Nusantara II pertanyaan-pertanyaan yang terbayang langsung dibahas. Bagaimana kekuatan tali pengikat. Seberapa rapat cover menutupi barang-barang pada roofrack. Juga seberapa kuat cover itu menahan kibasan angin yang mampu membuatnya sobek. Selain, berat di atas yang pasti membuat kendaraan lebih mudah limbung.

Di Nusantara I, pertanyaan yang lain pun muncul. Distribusi berat beban bawaan dalam bagasi dan roofrack akan menjadi ujian tersendiri bagi suspensi dan kaki-kakinya. Berat dan ketinggiannya tentu tidak akan membuat terguling, kecuali didahului dengan patah tulang pada kaki-kaki atau suspensinya.

Kekhawatiran ini cepat-cepat disebarkan melalui radio komunikasi. Laju konvoi harus dikurangi. Untuk trial menyesuaikan kecepatan dengan hantaman arus angin, jarum spedometer di jalan lurus harus dikunci pada angka maximal 80 km/jam.

Dengan penuh seksama awak kabin di Nusantara I dan II memperhatikan kondisi kendaran yang dirasakannya, sekaligus menyimak pantauan dari luar. Tiap suara gemertak terdengar sebagai alarm yang memberi peringatan.

Di luar dugaan, dari radio terdengar satu kendaraan official car terpaksa minta undur diri dari barisan. Sabuk mesinnya putus dan harus segera ambil jalan keluar tol sebelum overheat. Entah apa penyebabnya.

Selama perjalanan di tol hingga tiba ke area pelabuhan, iringan konvoi disusun membelah menjadi dua bagian walupun masih dalam satu barisan. Karena, sebagian harus memasuki lahan parkir yang sudah tersedia, dan sebagian lagi akan ikut berpisah bersama Nusantara I dan II mengambil lajur yang mengarah naik ke dalam fery.

Tepat pukul 21.00 WIB fery harus bertolak dari Merak ke Bakauheni. Dan, ternyata itu tinggal lima belas menit lagi.

Usai turun kendaraan untuk rangkulan pelepasan, rangkaian di lajur menuju fery segera bergerak lagi. Akan tetapi, baru saja beberapa meter, muncul kegugupan baru. Tepat setelah belokan, di depan jembatan naik ke pintu fery, menghadang masalah yang terlambat diketahui.

Ada portal besi. Sedangkan Nusantara II sudah tepat di hadapannya. Tidak tersedia cukup waktu untuk membongkar bawaan dari roofrack guna mengurangi ketinggiannya.

Sebuah keputusan cepat harus diambil. Segera maju mencoba tinggi portal, atau menunda keberangkatan dan seluruh kendaran yang menyertai di belakangnya mesti berjalan mundur kembali masuk ke tempat parkir pelabuhan.

Tanpa membuang waktu lagi, Nusantara II pun menanjak pelan-pelan melintasi bawah portal. Jarak antara sisi tertinggi roofrack dengan palang portal hanya terpaut tipis, kira-kira sejengkal tangan orang dewasa. Dengan perasaan lega, Nusantara I dan kelima official car di belakangnya satu per satu segera bergantian naik menyusul.

Di dalam fery, kendaraan-kendaraan lain sudah terparkir rapi, termasuk truk dan bus. Nampaknya, terdapat satu lagi jembatan untuk masuk, tentunya dengan portal yang lebih tinggi.

Penyebrangan dari Jawa ke Sumatera dimulai. Kira-kira dua jam kemudian kami tiba di Bakauheni.